" Janji adalah janji. Pikirkan sebelum berjanji "
Suatu kala, di negeri antah berantah, hiduplah sepasang
gagak yang saling mengasihi. Berlindung di bawah rindangnya pohon pinus. Gagak
jantan yang gagah, raja dari negeri itu. Gagak betina yang gemulai, tengah
mengandung buah cinta mereka berdua.
Tibalah
suatu ketika, ketika Gagak betina tersebut bertelur, hanya sebutir. Kemudian
dierami lah telur tersebut hingga menetas. Tak lama kemudian lahirlah ke dunia
anak semata wayang kedua pasangan ini.
Hari
demi hari, waktu demi waktu kebahagiaan masih menyelimuti keluarga kecil ini, Sang
Raja sangat bangga pada anaknya yang digadang-gadang bakal meneruskan tahta
kerajaannya. Sang ratu juga tersenyum simpul melihat semangat berkobar dari
suaminya yang begitu membanggakan bayi lelakinya itu. “ Anak ini akan menjadi
gagak yang gagah melebihi daku “ ucap Sang Raja.
Akan
tetapi, satu bulan setelah anak gagak itu lahir, nampak keganjalan terjadi pada
anak gagak tersebut. Bulu yang tumbuh di badanya bukan hitam, melainkan putih.
Ya aneh, ada seekor Gagak berbulu putih. Berbagai cercaan,hinaan muncul dari
gagak-gagak lain di negeri tersebut. Sang Raja nampak sedih bahkan malu dengan
anak semata wayangnya itu. Ia tak menutupi kesedihannya, “ kenapa anakku berbeda dengan burung gagak
yang lain?” tanya Sang Raja kepada Langit. Kemudian terutuslah seekor merpati
putih menyampaikan sepucuk surat dari Langit. “ Anak ini istimewa, rawatlah
dia. Didiklah dia.” Begitu isinya.
Dengan
berbesar hati, Sang Raja merawat putranya yang “ cacat ” itu. dengan kasih
sayang.
2 tahun kemudian...
Sang gagak putih dengan gagahnya
tumbuh menjadi remaja yang penuh wibawa. Ayahnya sangat bangga kepadanya,
padahal dahulunya ia khawatir akan masa depan anaknya. Sang anak di didik
menjadi pemimpin yang bijaksana dan disiplin, berteguh pada janji. Ia sangat
mengharapkan kelak anaknya dapat meneruskan kepemimpinannya menjadi raja.
“
Menjadi seorang raja, janji adalah harga mati “ katanya penuh wibawa pada
anaknya.
Tiba
pada suatu masa, negeri tersebut mengalami gejolak. Kekeringan melanda negeri
tersebut. Perubahan keadaan secara drastis membuat gejolak di negeri tersebut
menjadi kuat. Konflik terjadi dimana-mana. Sang Raja tak kuasa melerai keadaan.
Ada pula rakyatnya yang meminta agar ia mundur dari jabatanya. Suasana semakin
menjadi tak kondusif, akhirnya Sang Raja turun tahta, kemudian ia menyerahkan
tahtanya kepada anak semata wayangnya, Gagak berbulu putih itu.
Sebulan
setelah Gagak putih diangkat menjadi raja, suasana kerajaan lambat laun mulai
membaik. Dengan kecerdasannya, ia membuat sebuah tanggul untuk mengatur
pengairan di kerajaan tersebut. Kerajaan sudah tak kering lagi, banyak rakyat
yang senang dengan kepemimpinannya. “ Pemimpin harus sigap, cepat dan tepat
menyelesaikan sebuah masalah “ ujar Sang Raja yang kemudian disambut tepuk
derai para rakyatnya.
1 tahun kemudian..
Apa pelajaran
yang ayahnya berikan padanya, ia terapkan pada kepemimpinannya. Dengan kecerdasan
yang ia miliki membuat kerajaan mengalami kemajuan, dan mengalami puncak
kejayaan. Kemiskinan sudah berkurang, kejahatan jarang terjadi, negeri tersebut
menjadi makmur. Akan tetapi Sang Raja tidak terlena, ia tetap siaga dalam
menjalankan kepemimpinannya.
Suatu
hari, Raja mengutus para prajurit untuk menambang emas di sebuah bukit. Dengan kecerdasannyalah, ia mengetahui tempat-tempat mana yang
mengandung emas, tak banyak gagak yang dapat mengetahui sumber emas tersebut. Sebelum
prajurit berangkat menambang emas, Ia mengeluarkan sebuah titah. “ Emas ini
untuk keberlangsungan rakyat, Barang siapa yang berani mengambil “ secuil ”
emas itu, saya akan membunuhnya”. Semua pihak kerajaan tunduk pada titah raja.
Emas sudah
terkumpul, hingga bergunung-gunung, akan tetapi muncul rencana dari ayah Sang
Raja, ia sangat menginginkan emas tersebut yang sangat menggoda. Ia pun ingat dengan titah anaknya. Ia sempat berpikir “ Dia anakku, mana mungkin ia
tega membunuhku jika aku ambil secuil emas itu “. Kemudian ia mengendap-endap
mengambil emas tersebut, akan tetapi seorang pengawal mengetahui perbuatan Ayah
Raja, dan melaporkannya kepada Sang Raja.
Dengan
terkejut Sang Raja mengetahui apa yang ayahnya lakukan. Ia kemudian menemui
ayahnya dan meminta kebenaran atas peristiwa tersebut. Sang Ayah yang awalnya
menampik, kemudian mengakui bahwa ia telah mencuri emas. Tetesan air mata
menetes dari mata Sang Raja. “ Maafkan Ayah, Baginda. Ayah khilaf, Ayah hanya
tergoda “. Keheningan menyelimuti kejadian itu, kemudian muncul sepatah kata
dari Sang Raja, sebuah titah. “ Besok pagi hari, kumpulkan rakyatku di istana “.
Kemudian Sang Raja pergi. “ Apakah kau mau mengampuniku Baginda? “ Teriak Sang
Ayah. Sang Raja berhenti dan berbalik “ Iya “. Ucap Sang Raja.
Tibalah
suatu pagi, rakyat telah berkumpul di depan istana dan masih bertanya-tanya apa
maksud mereka dikumpulkan. Sang Raja muncul dan menyampaikan sesuatu. “ Aku
hanya mengabdi untuk rakyatku “. Hening, ragu, entah. Keluarga kerajaan yang
berada di samping Sang Raja tak mengetahui apa yang beliau pikirkan. Akan tetapi,
dengan cepat Sang Raja mengambil sebuah pedang dari salah seorang prajurit,
kemudian ia tebaskan ke leher Ayahnya. “ Brekkk.. “ tubuh Sang Ayah tergeletak
dengan kepala terpisah. Seluruh gagak terkejut melihatnya, Air mata deras
mengalir di mata Sang Raja. Ibu Sang Raja berkata “ Apa yang kamu lakukan, kamu
membunuh ayahmu.!!! “. “ Janji ialah janji “ ucap Sang Raja.
Pengorbanan
yang besar. Sang Ayah yang dengan telaten menanamkan sikap kepemimpinan kepada
anaknya, mendidiknya, mengajarinya, mengasihinya dengan kasih sayang tulus,
menerima apa adanya “ cacat “ anaknya terbayar dengan tebasan pedang oleh Sang
Anak. Hidup memang tak adil, akan tetapi
janji ialah janji.